Perlu Ada Syarat Terukur Bagi Kepala Daerah
RUU Pilkada yang sedang dirumuskan DPR harus menyusun syarat kepala daerah secara terukur. Persyaratan itu tidak saja menyangkut larangan mengembangkan dinasti politik, tapi juga harus mengukur calon kepala daerah dari elektabilitas, pendidikan, kapasitas, dan moralitasnya.
Demikian mengemuka dalam dialog Forum Legislasi di Press Room DPR, Kamis (17/10), dengan topik menyoal politik dinasti yang sedang hangat diperbincangkan. Hadir sebagai pembicara Ketua Komisi II DPR Agun Gunandjar Sudarsa (F-PG), peneliti LIPI Siti Zuhro, dan Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman.
Menurut Agun, calon kepala daerah harus diberi persyaratan ketat. Jangan tiba-tiba diusung lalu dipilih. Jangan pula karena anak seorang penguasa daerah, lalu dia dicalonkan menjadi kepala daerah. Untuk menyehatkan demokrasi di pusat dan daerah, sumber persoalannya ada di partai politik.
Bila parpol, kata Agun, bisa menyelesaikan persoalan-persoalan internalnya, dia akan memberikan input yang bagus pula bagi demokrasi di daerah. Dari parpol yang sehat itulah, akan lahir pemimpin yang berkualitas. Dan kecenderungan membangun dinasti bisa dihindari dengan mengoptimalkan peran parpol.
Sementara itu peneliti LIPI Siti Zuhro mengemukakan pendapatnya bahwa masyarakat Indonesia sangat komunal dan permisif. Dengan kondisi itu, butuh waktu lama untuk membenahi demokrasi di Tanah Air. Yang harus ikut membenahi pula demokrasi ini adalah civil society. Namun, civil society juga agak lama untuk bisa tumbuh. Ada banyak persoalan di masyarakat, apalagi ada keengganan dari parpol untuk mereformasi diri.
Ini, kata Zuhro, dilema yang dihadapi bangsa Indonesia dalam membangaun demokrasi yang sehat dan bermutu. Namun, kita tak perlu ikut mengekor dengan demokrasi di negara-negara maju. Kita punya nilai demokrasi sendiri. Pada bagian lain Zuhro mengatakan, dengan ramainya pembicaraan kasus dinasti di Banten, ini menjadi berkah tersendiri agar RUU Pilkada kembali menampung wacana pembatasan politik dinasti. (mh)foto:wahyu/parle